Anda mungkin pernah dengar, Terminator berawal dari sebuah mimpi buruk sutradara James Cameron.
Berada di Roma, Italia tahun 1982, Cameron terbaring sakit diserang demam. Hanya beberapa hari lagi filmnya sebagai sutradara debutan, Piranha II: The Spawning dirilis.
Namun, proyek film itu berujung kacau. Produser film tersebut tak ingin lagi Cameron mengerjakan proyek itu. Berada jauh dari kampungnya, tak punya pekerjaan, dan kena demam tinggi, saat itulah ia bermimpi. Sebuah mimpi yang mengubah hidupnya kelak.
Mimpinya, sesosok makhluk besi keluar dari jilatan api, mencengkeram sepasang pisau besar.
Balik ke kampungnya di California, AS, Cameron menulis skenario berdasarkan mimpinya itu. Hasilnya memang tak persis betul dengan mimpinya di Roma. Namun, makhluk besi yang selamat dari jilatan api adalah dasar dari sosok yang kita kenal sebagai Terminator, sang pemusnah yang tak terkalahkan dan tak kunjung binasa.
Adegan film Terminator: Genisys. (dok. Paramount)
Singkat cerita, film Terminator pertama akhirnya rilis tahun 1984 dengan tagline begini di posternya:
"Di tahun penuh kegelapan, 2029, penguasa planet ini merancang rencana pamungkas. Mereka ingin merancang masa depan dengan mengubah masa lalu. Rencana itu memerlukan sesuatu yang tak punya belas kasihan. Tak memiliki rasa sakit. Tak mengenal takut. Sesuatu yang tak bisa dihentikan. Mereka menciptakan 'The Terminator--sang pemusnah.'"
Tagline itu mengungkap dasar dari kisahnya. James Cameron membayangkan, di masa depan manusia berperang melawan mesin. Pihak mesin hampir kalah oleh perjuangan manusia yang dipimpin John Connor.
Mesin lalu melancarkan langkah licik, mengirim robot ke masa lalu dengan misi membunuh ibunda John agar ia tak pernah dilahirkan. Dengan begitu, di masa depan nanti mesin menang perang melawan manusia.
Untuk mencegah hal itu terjadi, John Connor mengirim serdadu bernama Kyle Reese. Kita kemudian tahu, Kyle tak hanya menyelamatkan Sarah Connor, ibunda John. Ia juga menjalin cinta dengan Sarah, dan dari rahim Sarah kelak lahir John. Sayang, Kyle tak menyaksikan putranya tumbuh. Ia keburu tewas oleh Terminator T-800.
Film kedua, Terminator: Judgement Day rilis 1991 dengan kisah yang berlanjut dari film pertama. Sarah Connor bukan lagi wanita yang butuh perlindungan pria. Ia menjadi wanita perkasa. Sedang John Connor tumbuh jadi remaja berandalan yang punya ibu dengan pengetahuan akan masa depan yang suram: manusia akan berperang melawan mesin di masa depan, dan anaknya harus ia gembleng sebagai calon pemimpin pejuang umat manusia masa depan.
Adegan film Terminator: Genisys. (dok. Paramount)
Film ketiga, Terminator 3: The Rise of the Machine (2003) bergerak lebih maju lagi saat John Connor sudah beranjak dewasa. Ibundanya telah tiada. Mesin mengirim Terminator wanita yang lebih tangguh demi membunuh Connor dan wanita yang kelak jadi istrinya. Selain menghindari kejaran Terminator, Connor ingin mencegah hari kiamat saat mesin berontak dan membunuh miliaran manusia dengan senjata nuklir.
Sayang, hari kiamat tak bisa dicegah. Namun, satu hal yang sudah ditakdirkan terjadi: Connor mengambil alih kendali sebagai pemimpin umat manusia melawan mesin.
Film keempat, Terminator Salvation (2009) mengisahkan bagaimana wujud perang antara mesin lawan manusia di masa depan nan suram pasca-bencana nuklir. Kita melihat John Connor memimpin perjuangan gerilya atas nama umat manusia.
Sampai di sini kita lantas bertanya, apa lagi yang hendak diceritakan film kelima, Terminator: Genisys?
Menonton Terminator: Genisys kelihatan filmnya memanfaatkan formula yang terbukti sukses di Jurassic World: bersetia pada film aslinya.
Yang sudah menonton Jurassic World dan masih ingat Jurassic Park (1993) tentu paham dua film tersebut seperti bergerak parallel. Banyak elemen-elemen dari Jurassic Park didaur ulang menjadi tontonan baru, mulai dari penokohan hingga penceritaan.
Oleh karena itu, Jurassic World tidak sekadar sebuah sekuel alias cerita lanjutan, namun juga tontonan nostalgia. Ia mengajak penonton lawas mengenang lagi cerita yang mereka begitu cintai dahulu.
Resep ini yang juga dipakai Terminator: Genisys.
Sutradara Alan Taylor (sebelumnya membuat Thor: The Dark World, 2013) tampaknya bekerja dengan satu misi: mengajak penonton ke masa saat film Terminator membuat mereka jatuh cinta. Dan seri Terminator yang dimaksud adalah film pertama dan kedua—dua-duanya dibesut James Cameron.
Adegan film Terminator: Genisys. (dok. Paramount)
Di film pertama, kita disuguhkan pada premis yang mengawali babad besar franchise Terminator: pemimpin pejuang mengirim ayahnya sendiri ke masa lalu untuk menyelematkan ibunya. Pada film kedua, kita melihat si ibu dan si anak yang kelak jadi pemimpin perjuangan, mulai menghadapi takdirnya demi mencegah hari kiamat.
Film kelima dimulai di masa depan, ke momen John Connor (Jason Clarke) dan Kyle Reese (Jai Courtney) bersama gerilyawan lain menyerbu markas Skynet, mesin yang menjadi lawan manusia.
Mereka tiba sesaat setelah Skynet mengirim robot Terminator ke tahun 1984 dengan misi membunuh Sarah Connor (Emilia Clarke). Kyle lalu mengajukan diri dikirim ke masa lalu untuk mencegah robot Terminator menuntaskan misi tersebut.
Adegan film Terminator: Genisys. (dok. Paramount)
Namun, sesaat hendak pergi melintasi waktu, Kyle melihat John diserang sesosok makhluk dari belakang.
Sampai di sini, yang kita kira filmnya mengulang cerita film pertama ternyata tidak. Tahun 1984 yang didatangi Kyle Reese di film kelima bukan tahun yang didatangi Kyle dulu di film pertama.
Di sini, kemudian rentang waktu dari film pertama hingga keempat seperti dikocok ulang. Jalan hidup Sarah Connor berbeda dengan yang kita sudah saksikan di film-film sebelumnya.
Di tahun 1984 yang sekarang, kita melihat Sarah yang sudah jadi petarung, bukan lagi cewek yang perlu diselamatkan di tengah bahaya. Ia juga diasuh robot Terminator yang dipanggilnya kakek (diperankan Arnold Schwarzenegger). (Oh iya, Film ini memberi alasan, meskipun berwujud robot kenapa Arnold terlihat tua.)
Melihat sosok Sarah yang tangguh di sini, kita jadi teringat Linda Hamilton saat main di film kedua, Terminator: Judgement Day.
Film ini banyak mengulang momen-momen ikonik franchise Terminator. Kedatangan makhluk dari masa depan dimulai dengan bola petir lalu muncul sosok telanjang. Kehadiran Terminator T-800 berwujud Arnold di masa muda, serta kemunculan robot metal cair berseragam polisi mengingatkan kita kembali pada dua film pertama Terminator.
Di sinilah terlihat kejelian sineasnya. Mereka tahu, seri Terminator terbaik adalah film pertama dan kedua. Hal itu kemudian dimanfaatkan dengan maksimal oleh sutradara Alan Taylor. Berbagai unsur yang membuat kita jatuh cinta pada franchise Terminator tersaji. Kita diajak bernostalgia sambil menikmati keseruan kelokan cerita baru di bab Genisys ini.
0 comments:
Post a Comment