Jika ditarik satu garis dalam kehidupan ini, maka itu semua akan berujung pada suatu tujuan yang sudah ditetapkan. Larry Daley (Ben Stiller) harus memahami itu, ketika kondisi dan waktu berubah, maka ada hal-hal yang ikut berubah. Seperti dalam Night at the Museum: Secret of the Tomb.
Jauh sebelum Larry lahir, pada tahun 1938, ada sekelompok arkeolog
yang sedang melakukan ekspedisi besar di Mesir. Mereka mencari makam
dari Fir'aun. Salah satu dari arkeolog tersebut, membawa putranya, C.J.
Fredericks (Percy Hynes-White), dan tanpa disadari C.J. lah yang membawa
para arkeolog mencetak sejarah baru dengan menemukan makam dari
Fir'aun, juga artefak tablet ajaib.
Dan seketika badai pasir datang. Seorang penjaga makam lokal di
sana mengatakan, semuanya akan berakhir, jika mereka tetap mengusik
makam tersebut, maka semuanya akan berakhir. Sayangnya, para arkeolog
itu tak memedulikan omongan si penjaga makam dan tetap memutuskan untuk
membawa pulang penemuan besar mereka.
Loncat ke masa sekarang, dimana Larry kembali menjabat sebagai
seorang penjaga malam di National History New York. Dan berbeda dari
malam biasanya, malam itu akan ada pertemuan dengan para Gubernur dan
Walikota untuk menyaksikan 'visual efek' yang mampu membuat para
penghuni museum itu hidup.
Naas, para penghuni museum seperti Teddy Roosevelt (Robin
Williams), Attila the Hun (Patrick Gallagher), Ahkmenrah (Rami Malek),
hingga ke Jedediah (Owen Wilson) dan Octavius (Steve Coogan) bertindak
sangat aneh dan tidak terkontrol. Mereka bahkan membuat kegaduhan di
tengah acara penting itu. Tentu hal ini tidak biasanya.
Untungnya perubahan sikap dari para penghuni museum hanya
berlangsung selama beberapa menit saja. Lalu kemudian, Ahkmenrah
menyadari adanya hal yang aneh. Ia menemukan artefak tablet ajaib yang
selama ini memberikan 'nyawa' pada mereka, ternoda seperti berkarat dan
menghitam. Setiap kali kadar hitamnya merambah lebih luas, para penghuni
museum menjadi lemah dan tidak terkontrol.
Mungkinkah hal ini berkaitan dengan peringatan penjaga makam
Fir'aun beberapa tahun lampau itu? Lalu apakah kehidupan malam dari para
penghuni museum sudah tidak akan ada lagi? Apa yang akan dilakukan
Larry?
Serangkaian cerita di atas adalah gambaran film ketiga dari Night of the Museum.
Ya, film ini memang akan selalu lucu dan akan selalu menarik. Selain
karena tokoh-tokohnya yang unik, drama yang disajikan pun kian terasa.
Shawn Levy selaku sutradara menempatkan porsi drama pada hubungan
Larry dan putra sematawayangnya, Nicky, yang sekarang sudah lulus SMA.
Di sini ada pertikaian karena Nicky enggan melanjutkan ke kuliah dan
lebih memilih untuk menjadi DJ, sedangkan Larry menginginkan anaknya
untuk kuliah.
Jika pada film keduanya, Night of the Museum: Battle of the Smithsonian, Anda diperlihatkan museum yang lebih besar lagi. Kali ini, Night at the Museum: Secret of the Tomb memilih untuk mengambil tiga latar lokasi syutingnya. Pertama tentunya di New York, kemudian di Mesir, dan di London.
Dengan semakin banyaknya lokasi, jelas cerita yang ditawarkan lebih
beragam. Juga dengan sosok-sosok sejarah baru yang akan semakin membuka
lebar wawasan sejarah Anda. Selain hiburan, film ini juga pelajaran.
Night at the Museum: Secret of the Tomb masih
setia dengan sisi komedinya. Ada beberapa adegan yang sengaja diambil
menyerupai dua film sebelumnya, namun tetap saja lucu. Tetapi ada pula
komedi-komedi pintar baru yang hadir lewat dialek dan mimik-mimik para
pemain.
Semakin penasaran dengan film Night at the Museum: Secret of the Tomb, kan? Saksikan film Night at the Museum: Secret of the Tomb mulai 24 Desember 2014.
0 comments:
Post a Comment