Home » » Sampah di Sungai Brantas Ancam Pembangkit Listrik

Sampah di Sungai Brantas Ancam Pembangkit Listrik

Written By Admin on Monday 9 June 2014 | 15:05


Limbah domestik rumah tangga mencemari sungai Brantas. Total sekitar 60 persen limbah yang mencemari Sungai Brantas merupakan limbah rumah tangga. Selebihnya limbah industri kategori bahan beracun dan berbahaya. "Kualitas air sungai Brantas terus menurun," kata Direktur Teknik Perusahaan Umum Jasa Tirta I, Raymond Valiant di Malang, Jawa Timur, Ahad 8 Juni 2014.

Pencemaran terjadi di daerah perkotaan yang padat. Untuk itu, Perum Jasa Tirta I sebagai pengelola sungai Brantas mengawasi industri agar mengolah limbahny dan mencegah masyarakat membuang sampa ke sungai Brantas.

Sungai Brantas membentang sepanjang 320 kilometer melintasi 14 Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Air sungai Brantas digunakan untuk bahan baku air minum 250 juta meter kubik per tahun, irigasi persawahan seluas 107 hektare, dan pembangkit listrik menghasilkan listrik 250 juta Kwh per tahun. Total sekitar 16 juta penduduk yang memanfaatkan air sungai Brantas.

"Kualitas air menurun mulai masuk Kota Malang," kata Raymond. Sampah mengalir menumpuk di bendungan Sengguruh mencapai 30 meter kubik per hari. Saat hujan penumpukan sampah meningkat menjadi 200 meter kubik per hari. Setiap tahun total sampah dan sedimen mencapai lima juta kubik. Sedangkan kemampuan teknis mengeruk sampah dan sedimen hanya sekitar 300 ribu meter kubik per tahun.

Keterbatasan peralatan dan lahan penampung sedimen menjadi penghambat. Selebihnya, sampah mengendap dan mengganggu bendungan. Dampaknya produksi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menurun. Awalnya produksi listrik mencapai 29 Mega Watt, turun menjadi sekitar 18 MW per hari. Bendungan ini diresmikan Presiden Soeharto 23 Maret 1989 dan kondisinya dipantau dan dilaporkan ke pemerintah. Jika sedimentasi dan sampah terus berlanjut, bendungan bakal terancam rusak. "Sampah plastik, kasur, kayu batangan, menumpuk," katanya.

Bendungan Sengguruh selain direncanakan untuk memproduksi listrik juga berfungsi mengendalikan dan menahan sedimen. Tujuannya, untuk menghentikan laju sedimentasi yang mengancam waduk Sutami. Waduk Sutami berumur 42 tahun ini merupakan waduk utama untuk menampung air untuk kepentingan pembangkit listrik, air untuk industri, irigasi dan bahan baku air minum. (Baca:Pulau Jawa Impor Air Bersih 10 Tahun Lagi?)

Direktur eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi menyebut sekitar 400 sungai di Jawa Timur tercemar dengan tingkat pencemaran mulai dari ringan, sedang, hingga berat. "Bahkan di Indonesia 95 persen sungai dalam kondisi tercemar," katanya.

Pencemaran terjadi karena perilaku manusia. Kali Surabaya contohnya, 86 persen sumber pencemar berasal dari industri. Selain itu, pengelolaan yang tumpang tindah dan minimnya kepedulian menjadi faktor penyebab pencemaran. "Semua tak peduli dengan sungai, pemerintah tak peduli masyarakat juga tak peduli," katanya.

Ecoton mengajak masyarakat Jawa Timur membersihkan sungai serta mencegah perilaku membuang limbah domestik. Pemerintah dituntut memberikan sanksi tegas untuk industri yang mencemari sungai. Pemulihan sungai harus bersama-sama, seperti Korea yang memulihkan sungai yang tercemar limbah industri.

0 comments:

Post a Comment