Bikin 5 orang tewas di Boyolali, waspadai kencing tikus
Written By Admin on Saturday, 19 April 2014 | 00:08
Kemarin ada berita mengejutkan datang dari Boyolali, Jawa Tengah. Ketika 5 warga dikabarkan meninggal dunia setelah menderita penyakit panas dan demam tinggi. Belakangan diketahui mereka terjangkit Leptospirosis, penyakit akibat infeksi bakteri yang disebabkan oleh strain Leptospira yang ditularkan melalui kencing tikus.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Boyolali, 5 warga yang meninggal dunia tersebut, yakni Sumarno (59) warga RT 4 RW 2 Desa Jeron; Siti Muzayanah (42), warga Potronayan, Warso Jiman (85), warga Sembungan Kecamatan Nogosari. Sedangkan dari Kecamatan Ngemplak masing-masing Sakirah (74) warga Sindon dan Harso Dikromo (73) warga Ngargorejo, Ngemplak.
Setelah memakan 5 korban jiwa, Dinas Kesehatan langsung melakukan tes darah terhadap ratusan warga di Kecamatan Ngemplak. Peristiwa ini hendaknya menjadi perhatian warga agar menjaga kebersihan, terutama mewaspadai populasi tikus yang meningkat.
"Saya takut kena kencing tikus mas, ngeri bisa meninggal. Kita kan tidak tahu kena atau tidak. Dengan deteksi dini ini semoga cepat diketahui, sehingga kami tidak khawatir lagi," ujar Joko (36) salah satu warga desa Jeron, Nogosari, Rabu (16/4).
Leptospirosis paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit. Orang ini kemudian melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri ini juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir.
Hewan yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah, musang kerbau, sapi, kucing, atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing tikus.
Penyakit ini menjangkiti seluruh dunia, terutama di negara tropis seperti Amerika Selatan dan Indonesia. Leptospirosis pertama kali dikenal sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada 1883.
Pada 1886, seorang dokter asal Jerman, Adolf Weil, meneliti penyakit ini pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning berat disertai demam tinggi, pendarahan, gangguan ginjal serta pembengkakan hati dan limpa. Penyakit dengan gejala tersebut pada 1887 oleh Goldsmith, peneliti lainnya, disebut sebagai Weil's Disease. Kemudian pada 1915 Inada berhasil membuktikan bahwa "Weil's Disease" disebabkan oleh bakteri Leptospira Icterohemorrhagiae.
Data World Health Organization (WHO) menyebut sekitar 10 juta orang diperkirakan terserang Leptospirosis setiap tahun. Tingkat kematian penyakit ini sulit untuk dihitung, karena Leptospirosis cenderung terjadi di beberapa bagian dunia dengan pelayanan kesehatan masyarakat rendah dan tidak pernah terlaporkan.
Di Amerika Serikat misalnya, tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus Leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50 persen terjadi di Hawai. Sementara di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.
Beberapa tahun terakhir, di daerah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Sementara di Sampang Madura, Jawa Timur, Leptospirosis juga pernah mewabah pada April 2013 lalu. Setidaknya 29 orang dinyatakan terjangkit bakteri Leptospira ini. Dari jumlah itu, 7 orang meninggal dunia.
Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. Yang perlu menjadi catatan, angka kematian akibat Leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40 persen. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised (kemampuan melawan infeksi menurun) mempunyai resiko 56 persen kematian.
Maka wajar bila kemudian Dinas Kesehatan Boyolali terus memantau penyakit ini. "Kita sudah lakukan tes darah cepat di beberapa tempat, hasilnya nihil. Tes ini merupakan deteksi dini, untuk mengantisipasi menyebarnya leptospirosis," terangnya.
0 comments:
Post a Comment