Mungkin Anda pernah melihat sejumlah mural atau lukisan dinding yang menggunakan medium fondasi jalan layang Kawasan Tb Simatupang, Jakarta Selatan. Isinya bernuansa protes dan ajakan kebaikan.
Di antara tulisan yang terpampang pada mural-mural itu: "Berani Jujur Hebat”, “Harus Berani Dewasa! Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”, “Mengeruk Uang Haram!”.
Jangan bayangkan mural itu dibuat oleh seniman yang sudah kesohor. Tapi semua itu karya Pak Nur – hanya begitu dia ingin disapa -, seorang pemulung yang sehari-hari menyambung hidup dari mengais barang bekas.
Di tengah hidupnya yang pas-pasan, dia tetap ingin menyampaikan protes. Memang tidak dengan cara unjuk rasa di jalan-jalan atau ke Istana Negara, tapi lewat mural yang menghiasi tembok-tembok jalan layang.
Lewat cat, pria kelahiran 1955 ini mengekspresikan kegundahan hatinya. Dia ingin bersuara sebagai protes kepada para pejabat yang korup.
"Kalau melukis, sejak remaja saya sudah melakukan. Awalnya bikin lukisan atau tulisan di becak atau belakang bak truk," ujarnya, saat ditemui di kediamannya yang beratap jalan tol TB Simatupang dan beralas jalan aspal.
Sambil bersila di atas tripleks usang, dia mulai menceritakan kehidupannya. Kata dia, kemampuan melukis dilakukan secara otodidak sejak remaja.
Khusus karya mural, ayah tiga anak ini mengaku baru memulainya pada 2005. Pada awalnya, ia mengaku jengah dengan keadaan negara yang dirasa semakin hari semakin tak terurus.
"Kesel aja sama keadaan negara," paparnya kepada Plasadana.com, yang mewawancarainya. "Saya melakukan protes dengan cara yang saya bisa, yaitu bikin mural."
Pak Nur di kediamannya.
Untuk mengungkapkan isi hatinya tersebut, ia pun rela merogoh kocek hasil usahanya mengumpulkan barang bekas. Bahkan, jika keinginan membuat muralnya sudah tak tertahankan, ia lebih memilih menggunakan seluruh uangnya untuk membeli cat warna ketimbang untuk makan.
"Bagi saya, uang atau materi tidak penting. Yang penting kaya ilmu dan batin," ujarnya sambil tertawa.
Karena itulah, banyak orang sekitar atau teman-temannya sesama pemulung menganggap dia gila dan bertanya-tanya, apa tujuannya dengan mural-mural tersebut. Dari mana ide isi tulisannya?
Rupanya serpihan kertas-kertas berisi potongan berita yang ditemui di jalan-jalan, begitu melekat dalam benaknya. Atau yang didengar dari radio maupun yang dibaca dari koran.
"Idenya dari mana saja. Tiba-tiba nemu kata-kata yang bagus di potongan koran, ya saya catet dan langsung saya rencanakan untuk dibuatkan mural," tambahnya.
Saat ini, meskipun namanya sudah dikenal luas sebagai seniman dan mendapat penghargaan dari berbagai pihak, namun Pak Nur mengaku lebih nyaman dengan kehidupannya yang seperti sekarang. Tetap tinggal di kolong jalan layang sambil terus protes lewat mural-muralnya.
Niatnya mulia. Lewat mural, dia hanya ingin berpartisipasi dalam mencerdaskan bangsa.
"Mudah-mudahan dengan tulisan-tulisan saya, ada sumbangsihnya buat mencerdaskan bangsa. Biar para sopir, kenek, tukang bakso, pemulung, menjadi lebih terbuka pikirannya," tandasnya.
0 comments:
Post a Comment