12 kisah sukses founder startup Indonesia
Written By Admin on Sunday, 21 September 2014 | 00:10
Di Tech in Asia, kami merasa sangat beruntung mendapat kesempatan untuk mewawancarai banyak CEO dan founder startup di Asia dan menyuguhkannya kepada Anda sebagai inspirasi. Kali ini kami mengumpulkan 12 cerita founder startup Indonesia yang bisa Anda jadikan inspirasi:
1. Juny “Acong” Maimun – founder Indowebster
Pada akhir 1990-an, Acong sudah membuat reputasinya sendiri saat berkuliah di Stamford College di Malaysia sebagai hacker muda pemberani dari Riau yang bisa meretas sistem siapapun, meminjam sumber coding website mereka, dan mengubahnya menjadi “sesuatu yang lebih menyenangkan”. Pada tahun 2002, Acong putus kuliah setelah mengunjungi Jakarta selama akhir semester dan membuka warnet hybrid pertama yang beroperasi 24 jam di Jakarta, yang kemudian ia beri nama AMPM. Tak lama setelah itu, ia mendirikan Indowebster, website file hosting multimedia asal Indonesia yang terkenal di dunia. Acong mengatakan:
"Saran terbaik saya: bertahan hidup! Jika Anda terus bertahan untuk beberapa tahun pertama, maka Anda dapat beradaptasi dengan pasar dan menemukan model yang baik untuk Anda."
2. Andry Suhaili – founder dan CEO PriceArea
Perjalanan Andry dimulai di Pulau Bangka. Saat tengah duduk di bangku SD, ia pindah ke Jakarta untuk mengejar pendidikan yang lebih baik. Ia meneruskan SMP dan SMA-nya di Singapura, dan kemudian mengambil gelar sarjana di Los Angeles, Amerika Serikat. Andry sendiri sudah menjadi entrepreneur selama 10 tahun, dan meskipun beberapa kali gagal di perusahaan-perusahaan sebelumnya, ia tetap kembali membangun perusahaan berikutnya. Andry mengatakan:
"Saya selalu ingin menjadi kaya dan sukses. Untuk itu, saya perlu menjadi seorang entrepreneur. [...] Setelah saya kembali dari Amerika Serikat, saya membuat bisnis pertama di sebuah garasi dengan dua pegawai magang sebagai pegawai saya.
Setelah bereksperimen dengan beberapa usaha bisnis, ia membangun PriceArea pada tahun 2008 untuk membantu memungkinkan orang menemukan penawaran terbaru secara online.
3. Natali Ardianto – co-founder dan CTO Tiket.com
Pada tahun 2008, satu tahun setelah Natali lulus dari program teknologi informasi Universitas Indonesia, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Urbanesia, salah satu direktori online lifestyle pertama di Jakarta. Dua tahun setelah diluncurkan, ia memutuskan untuk meninggalkan Urbanesia dan mendirikan Golfnesia yang juga ia tinggalkan karena sulit berkembang. Pada tahun 2011, Natali Ardianto mendirikan Tiket.com, yang kini menjadi jawara di sektor booking online untuk travel, event, dan perhotelan di Indonesia.
"Startup perlu memahami pentingnya pemasaran. Anda mungkin memiliki produk yang benar-benar buruk, tapi tetap saja, jika Anda memiliki tim pemasaran yang baik, Anda bisa sukses.
4. Achmad Zaky – co-founder dan CEO BukaLapak
Lahir di Sragen, Jawa Tengah, Achmad Zaky tumbuh dengan keinginan memiliki pekerjaan yang baik dengan gaji yang besar. Namun, ketika ia menempuh kuliah di ITB dan merasakan semangat entrepreneurship yang kental, ia ingin menjalankan bisnis sendiri. Pernah gagal dengan bisnis mie, Zaky kini menjalankan Bukalapak, salah satu website marketplace terbesar di Indonesia. Zaky mendorong semua anak muda untuk mulai membangun startup mereka sesegera mungkin.
Karena jika Anda bertambah tua dan sudah menikah serta memiliki anak, Anda cenderung memiliki lebih banyak pertimbangan dan lebih konservatif. [ ... ] Jika saya harus membangun startup saya sekarang dengan modal nol, saya mungkin tidak mau [mengambil risiko] karena saya memiliki istri dan seorang anak perempuan.
5. Jason Lamuda – co-founder Disdus
Selama menempuh perkuliahan di Amerika Serikat, Jason Lamuda kagum bagaimana teknologi bisa mengubah tatanan hidup masyarakat. Dari situlah ia menumbuhkan antusiasme untuk mendirikan perusahaan teknologinya sendiri. Ia menyelesaikan kuliah S2 jurusan teknik finansial di Columbia University tahun 2008, dan mendapat dua tawaran pekerjaan: satu di Wall Street di Amerika Serikat, dan satu lagi di McKinsey di Indonesia. Yakin bahwa peluang untuk menjadi entrepreneur di negara asalnya jauh lebih besar, ia akhirnya memilih kembali ke Indonesia.
Selalu ada celah untuk mengincar pasar dan orang yang berbeda bahkan jika Anda membuat produk yang mirip [dengan yang sudah ada]. Bahkan bisnis seperti menjual kopi juga bisa sukses. Di luar sana pastinya ada kesempatan dan Anda bisa sukses di industri Anda. Tingkat kesuksesan Anda mungkin tidak akan sebesar website e-commerce seperti Amazon yang menjual segala hal, tapi Anda masih bisa menghasilkan uang [dari bisnis Anda].
Jason merupakan salah satu co-founder website daily deal Disdus, yang diakuisisi oleh Groupon di tahun 2011, dan website e-commerce fashion wanita BerryBenka yang berhasil memperoleh investasi seri B akhir tahun lalu.
6. Adi Kusma – founder Biznet
Pada saat Adi Kusma masih bekerja sebagai programmer di Amerika Serikat, ia mengambil kursus tambahan dari Microsoft sembari berkonsultasi dengan para pelaku ISP di sana untuk mempelajari industri tersebut secara detail. Di samping bekerja sebagai programmer full-time, Adi juga bereksperimen dengan “laboratorium ISP” pribadi di rumahnya. Ketika yakin bahwa ia telah mampu menerapkan teknologi tersebut di Indonesia, barulah ia kembali ke Indonesia dan mendirikan Biznet Networks.
[Mendirikan startup] seperti menjual nasi goreng. Jika Anda membuka gerai Anda hari ini, sudah pasti akan ada pembeli yang membeli makanan Anda saat itu juga. Jika Anda memiliki produk yang cocok dengan keinginan pasar, maka Anda akan memiliki pembeli.
7. Andy Sjarif – founder SITTI
Perjalanan Andy sebagai entrepreneur dimulai pada 1997 ketika ia masih berada di Amerika Serikat. Perusahaan pertamanya adalah perusahaan konsultan analitik CRM yang membantu perusahaan dengan segmentasi dan analisis database pelanggan. Meski startup tersebut akhirnya gagal, Andy mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran yang akhirnya menginspirasinya untuk mendirikan SITTI, jaringan iklan intuitif, menyajikan berbagai iklan yang relevan dengan situs dan melakukan pencarian berdasarkan kata kunci yang digunakan; singkat kata, ini merupakan sebuah Google Adsense yang disajikan dalam Bahasa Indonesia.
Startup teknologi di Indonesia harus berhenti berpikir untuk menjadi seperti Sillicon Valley (SV). Jika berbicara mengenai SV, kita berbicara mengenai ide-ide terobosan baru, teknologi yang disruptif. Saya sudah cukup mempelajari bahwa teknologi, bagi kita di Indonesia, adalah mengenai kelanjutan dan dampak. Jadi pertanyaannya bukan bagaimana caranya membangun teknologi yang paling canggih, melainkan bagaimana teknologi dalam menciptakan dampak bagi masyarakat dan negara kita.
8. Aulia “Ollie” Halimatussaidah – co-founder NulisBuku
Ollie yang merupakan seorang pecinta teknologi sudah berkeinginan membuat website terbaik sejak SMA. Karena itu, ia mengambil jurusan TI di universitas dan bekerja sebagai web developer setelah lulus. Minatnya dalam membaca dan menulis serta terinspirasi dari pengalaman akan sulitnya menerbitkan buku, Ollie beserta rekan-rekannya mendirikan NulisBuku, platform self-publishing online pertama di Indonesia yang membantu para penulis untuk mencetak dan menerbitkan sendiri buku mereka.
Terlepas dari jenis kelamin, semua orang bisa bekerja di dunia teknologi dan startup. Yang penting adalah keterbukaan untuk berkolaborasi dan keinginan untuk berinovasi – keduanya adalah kunci sukses di dunia startup. Dengan kolaborasi, seseorang bisa membuka kemungkinan yang tak terbatas yang akan membantu startup untuk tumbuh.
9. Danny Wirianto – co-founder dan CEO MindTalk
Danny Wirianto menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat dengan mengambil jurusan seni rupa. Ia pernah direkrut menjadi direktur seni di Adobe karena keahliannya dalam Photoshop dan membuat website. Dari seni rupa, ia bekerja di industri periklanan, dan ini membuatnya membangun agen periklanan sendiri bernama SemutApi Colony di tahun 2001 di negeri paman sam.
Danny yang berusia 39 tahun sekarang fokus ke startup terbarunya, yang ia yakini akan menjadi startup yang diperhatikan di Asia, yaitu platform minat sosial bernama MindTalk.
10. Kevin Mintaraga – founder Magnivate Group
Terinspirasi oleh buku Blue Ocean Strategy, Kevin tertarik dalam bidang pemasaran dan melihat peluang yang ada di ranah ini. Setelah melakukan riset dan bertanya pada beberapa ahli, Kevin mendirikan Magnivate Group, sebuah digital agency di Indonesia yang didirikan pada 2008 dan diakuisisi oleh WPP pada tahun 2012 dan kini berganti nama menjadi XM Gravity. WPP sendiri merupakan perusahaan periklanan dan digital marketing terbesar di dunia.
Pengusaha yang sukses adalah mereka yang dapat membuat perbedaan dalam hidup orang lain. Selalu melayani orang lain, terdepan dalam setiap pertempuran, dan tidak hanya berada di belakang orang lain untuk mengarahkan mereka berbuat ini dan itu. Hanya dengan pemahaman inilah Anda dapat membangun tim yang bisa berjalan beriringan dengan Anda ketika sedang melewati masa-masa sulit.
11. Joseph Edi Lumban Gaol – founder M-Stars Group
Joseph memulai karirnya dalam industri mobile pada tahun 1997 di perusahaan telekomunikasi XL Axiata. Di sana, karirnya menanjak hingga ia menduduki jabatan senior product manager. Ia memegang posisi tersebut selama dua tahun hingga akhirnya memutuskan berhenti pada tahun 1999 untuk memulai usahanya sendiri. Pada tahun 2000, Joseph mendirikan M-Stars Group, salah satu pelopor penyedia konten mobile di Indonesia yang hingga kini memiliki lebih dari 150 karyawan serta membawahi lima perusahaan cabang yakni AdStars, VOX, dr.m, PoPs, dan m360.
Pada beberapa kesempatan, saya sampai harus meminjam uang dari keluarga dan teman-teman karena uang kas kami mulai menipis, padahal kami perlu membayar gaji para karyawan. Ini adalah tantangan terberat secara psikologis bagi saya, karena saya harus mempertahankan kredibilitas saya. Saya sering tidak tidur untuk memastikan bahwa kondisi kas perusahaan tetap terjamin dan bahwa pinjaman dari teman-teman dan keluarga saya mencukupi. Sekarang, ketika mengingat-ingat masa tersebut, saya masih sering tersenyum.
12. Izak Jenie – co-founder Jatis Group
Izak Jenie merupakan seorang entrepreneur yang gigih dan tidak pernah menyerah. Setelah sebelumnya gagal berkali-kali, pada 1997, ia bersama dengan beberapa rekannya mendirikan Jatis Group, sebuah perusahaan konsultan IT yang menawarkan solusi IT untuk bank, perusahaan telekomunikasi, jasa pembayaran, dan berbagai perusahaan lainnya. Kini, lebih dari 80 persen pedagang reksa dana di Indonesia menggunakan platform trading Jatis.
Izak Jenie merupakan seorang entrepreneur yang gigih dan tidak pernah menyerah. Setelah sebelumnya gagal berkali-kali, pada 1997, ia bersama dengan beberapa rekannya mendirikan Jatis Group, sebuah perusahaan konsultan IT yang menawarkan solusi IT untuk bank, perusahaan telekomunikasi, jasa pembayaran, dan berbagai perusahaan lainnya. Kini, lebih dari 80 persen pedagang reksa dana di Indonesia menggunakan platform trading Jatis.
Mendapatkan mitra yang bagus untuk startup adalah hal yang krusial. Saya suka teori investasi Warren Buffet untuk yang satu ini. Jika Anda dari luar sudah tahu bahwa akan ada masalah, jangan terlibat. Karena sekali Anda terlibat, sulit untuk keluar. Mirip dengan itu, dalam mencari mitra, jika Anda melihat akan ada masalah ketika nanti bekerja dengan calon mitra Anda, sebaiknya jangan dimulai.
Beberapa founder startup Indonesia di atas merupakan inspirasi nyata bagi kita semua dalam hal berkontribusi untuk bangsa di bidang entrepreneurship. Bagi Anda yang merasa terinspirasi dan ingin terjun menjadi entrepreneur, lakukan dari sekarang dan buatlah perubahan. Salam entrepreneurship!
0 comments:
Post a Comment