Televisi 3D Punya Karakter Yang Sama Dengan Mata Manusia
Written By Admin on Thursday, 16 January 2014 | 20:52
Jakarta : Kesuksesan film tiga dimensi (3D) `Avatar` yang dirilis pada tahun 2010, membuat penikmat film ingin membawa sensasi itu ke dalam rumah. Dari situlah pasar televisi (TV) 3D mulai mendapat sambutan hangat dari pasar.
TV 3D secara digital meniru cara kerja otak dalam mempersepsikan tampilan 3D ke dalam kehidupan nyata, sehingga memberikan pengalaman menonton dengan suasana nyata melalui gambar-gambar yang tampak keluar dari layar kaca TV.
Bisa dibilang TV 3D dan mata manusia memiliki banyak kesamaan. Antara mata kiri dan mata kanan memiliki jarak, sehingga keduanya dapat melihat gambar dengan perspektif atau visual yang sedikit berbeda. Kemudian otak bekerja untuk menggabungkan kedua gambar tersebut guna menciptakan kesan 3D.
Tahap Awal Teknologi 3D
Teknologi 3D sebenarnya sudah muncul setelah teknologi fotografi ditemukan. Mengutip laman Gather, Kamis (16/1/2014), pada tahun 1856 ilmuwan JC d'Almeida mendemonstrasikan metode 3D di Academy of Sciences melalui gambar-gambar stereoskopik.
Apa itu stereoskopik? Adalah dua gambar foto yang sama dengan perspektif yang sedikit berbeda satu sama lain dengan jarak sekitar 2,5 inci yang merepresentasikan jarak antara kedua mata manusia. Kemudian itu diproyeksikan secara bergantian dengan cepat melalui slide cahaya lentera berwarna merah dan hijau.
Setelah itu pada tahun 1890an, Ducos du Hauron mematenkan temuan sistem anaglyph, berupa dua lembar film positif transparan stereoskopik yang ditumpuk. Ketika diproyeksikan, penonton bisa melihat efek 3D dengan memakai kacamata berlensa merah di satu sisi dan lensa biru di sisi lainnya.
Film Layar Lebar 3D Pertama
Di tahun yang sama, seorang pembuat film dan penemu asal Inggris William Friese-Greene, memproyeksikan kedua gambar kiri dan kanan pada satu layar dan menyediakan kacamata merah dan hijau kepada para penonton, sehingga menghasilkan efek 3D saat film tersebut ditonton.
Lalu pada tahun 1897, C. Grivolas mengadaptasi sistem anaglyph untuk memutar film bergerak (motion pictures) secara 3D. Namun pengaplikasiannya baru dipakai pertama kali untuk memutar film layar lebar 3D pertama bertajuk `The Power of Love` yang dibuat oleh Harry K Fairall di tahun 1922.
3D Aktif dan 3D Pasif
Dalam perkembangannya, televisi 3D telah menjadi sebuah terobosan baru yang menawarkan pengalaman berbeda saat menonton televisi. Kebanyakan TV 3D yang beredar saat ini mengadopsi teknologi 3D Aktif dan 3D Pasif, yang mengharuskan penonton untuk menggunakan kacamata khusus.
TV dengan 3D Aktif membutuhkan kacamata berteknologi elektronis yang dilengkapi dengan baterai, di mana secara bergantian kacamata menutup tampilan pada mata kiri dan kanan dalam kecepatan tinggi, sehingga mata akan secara bergantian melihat tampilan televisi dengan frekuensi tertentu.
Sedangkan TV dengan 3D Pasif tidak membutuhkan kacamata elektronis. Kacamata untuk TV 3D Aktif terdiri dari polarized glass yang berbeda pada mata kiri dan kanan. Tampilan pada layar akan ditampilkan dalam bentuk garis-garis yang terpolarisasi, sehingga yang dapat dilihat pada mata kiri dan kanan akan berbeda.
Keunggulan dan Kelemahan Kacamata 3D
Keunggulan kacamata 3D Aktif dapat menampilkan sudut pandang yang luas dan gambar full frame, sementara kacamata 3D Pasif bobotnya jauh lebih ringan sehingga membuat mata tidak cepat lelah. Harganya pun lebih murah dan tidak memerlukan baterai.
Kekurangan dari masing-masing adalah kacamata 3D Aktif relatif berat, mahal, dan baterainya cukup boros. Lalu kelemahan pada kacamata 3D Pasif adalah hanya mampu menampilkan gambar half frame dan sudut pandang yang terbatas.
0 comments:
Post a Comment