Tahukah Anda : Sebagian PERILAKU NEGATIF ANAK: tidak mandiri, tidak patuh, membangkang, malas belajar, mudah rewel, konsumtif, hingga rendah diri, sesungguhnya ORANGTUA sendiri yang jadi PENYEBABNYA.
Dan beberapa kalimat lain dengan isi senada.. perilaku negatif orangtua lah yang merupakan penyebab dari keburukan anak.
Persepsi ini mulai berkembang di dalam
kehidupan sosial kita. Berapa banyak orangtua yang dicibir, saat anaknya
melakukan kesalahan? Pasti banyak sekali. Kita pasti sering mendengar
kalimat seperti, “Ortunya gitu sih.. makanya anaknya juga”, atau
“Ortunya kurang perhatian sih, jadi anaknya kelakuannya begitu..” dan
lain-lain. Rasanya komentar-komentar tersebut sudah sangat akrab di
telinga kita, sehingga kita terbiasa dan menganggapnya sebagai suatu
kebenaran mutlak.
Di sisi lain, seorang teman dengan anak
spesialnya pernah curhat, “Gue ga tau musti ngapain lagi, gue udah
berusaha sekuat tenaga, dengan tenaga, materi, air mata hingga
berdarah-darah rasanya.. tapi anak gue emang berbeda dari anak lain.. “
keluhnya, saat perilaku anaknya yang berbeda mendapat komplain dari
banyak orang. Ah, padahal saya tahu perjuangan ibu hebat itu. Dia
diamanahi seseorang yang istimewa dengan struktur otak dan cara pikir
yang berbeda dengan anak lainnya. Kesalahan diakah jika anaknya
berperilaku dengan cara yang ‘aneh’ buat dunia ‘normal’ kita?
Ya, saya setuju, bahwa orangtua memegang
peranan yang sangat penting dalam pendidikan anaknya. Saya sangat setuju
bahwa pola asuh dan pendidikan dalam keluarga yang akan sangat mewarnai
karakter seorang anak. Tapi saya juga sangat setuju dengan Hillary
Clinton, “It takes a village to raise a child”.
Apa yang kita khawatirkan saat kita lepas
anak-anak ke dunia luar? Kita berharap agar anak kita mendapat teman
yang membawa pengaruh baik, bebas bullying, jauh rokok dan narkoba, selamat dari kejahatan via internet, terjaga dari seks bebas. Dan semuanya itu ada di luar rumah. See, it takes a village to raise a child..
Kembali ke penyebab keburukan anak. Saya heran, mengapa
motivasi untuk mendidik anak-anak dengan cara yang lebih baik justru
ditegaskan dengan kalimat negatif yang menggerus kepercayaan diri
orangtua?
Saya lebih setuju dengan kalimat sesudahnya:
Tahukah Anda:
Sebagian orang dewasa siap untuk menikah, tapi BELUM TENTU SIAP MENJADI ORANGTUA
Benar sekali. Banyak sekali orang dewasa
yang belum siap menjadi orangtua. Kehidupan yang kompetitif dan motivasi
untuk meraih kehidupan yang lebih baik telah membuat banyak orangtua
kita lupa mengingatkan, bahwa kelak kita akan menjadi orangtua. Sedari
kecil kita selalu dimotivasi untuk berprestasi, makin berprestasi, lulus
sekolah dengan nilai baik dan bekerja dengan penghasilan memadai. Yang
terjadi setelah menikah, bisa jadi ketidaksiapan menjadi orangtua.
Sayang sekali, bahwa untuk menjadi orangtua, tidak ada syarat apapun
yang harus dipenuhi selain surat nikah. Padahal untuk mendapatkan SIM
saja orang harus melalui berbagai tes.
Sebenarnya banyak, kok, orangtua yang
menyadari ketiadaan bekalnya. Tapi mereka belajar. Saat ini beribu buku,
artikel dan situs tentang pengasuhan anak dengan mudah didapat. Ilmu
itu mungkin berguna dan dapat diaplikasikan, walaupun kadang kurang
percaya diri. Padahal kepercayaan diri adalah hal yang sangat penting untuk menjadi orang tua.
Buat saya, dua hal yang terpenting (dan
masih selalu saya pelajari) dalam karir saya sebagai seorang ibu adalah
kepercayaan diri, dan kesabaran.
Orangtua yang percaya diri akan lebih
nyaman menghadapi anak-anaknya. Orangtua yang sabar bisa lebih santai
menolerir kesalahan-kesalahan kecil. Orangtua yang percaya diri dan
sabar akan bisa lebih efektif dalam mendidik anak-anaknya, bisa
berkomunikasi dengan baik, memiliki rasa humor yang sehat, dan lebih
bahagia.
Sayangnya kebanyakan artikel dan tulisan
(termasuk pelatihan, mungkin) dan masukan psikolog tentang mendidik anak
lebih banyak yang berkonsentrasi pada KESALAHAN orangtua, dan bukan meningkatkan kepercayaan diri orangtua.
Beberapa sahabat, ibu-ibu muda dengan
anak balita pernah curhat, “Rasanya saya belum maksimal mendidik anak
saya”. Ada lagi yang bilang, “Saya malu sekali saat anak saya berlaku
buruk di tempat umum dan semua orang memandang saya, menyalahkan saya
atas keburukan perilaku anak saya”. Yang paling parah adalah saat
seorang sahabat bercerita, “Saya pernah hampir mengiris tangan saya
dengan silet!” dalam keadaan frustrasi berat saat hamil dengan dua
balita yang sedang lincah-lincahnya, tanpa asisten.
Anda pasti pernah mendengar cerita
seorang ibu yang sarjana dari universitas terkemuka yang membunuh 3
orang anaknya? Menurut berita di koran, sang ibu melakukannya karena
khawatir anak-anak balitanya tidak menjadi anak yang saleh.
Astagfirullah. Sebegitu frustrasinya kah ibu itu, sehingga tega
menghilangkan nyawa buah hatinya?
Sebegitu beratnya penilaian lingkungan
atas ‘prestasi’ sebagai orangtua? Ah, padahal prestasi anak bukanlah
murni prestasi orangtuanya.. Kesuksesan orangtua seharusnya tidak hanya
diukur dari kesuksesan-kesuksesan anaknya..
Mudah-mudahan kalimat di atas tadi itu hanyalah gimmick marketing,
dan pelatihan tersebut tidak benar-benar menyalahkan orangtua atas
semua kesalahan anaknya. Pasti ada cara lain, dengan energi yang lebih
positif yang dapat menanamkan kepercayaan diri orangtua, bahwa mereka
lah, dengan rasa cinta yang paling besar, yang paling bisa mendidik
anak-anak mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan sebagai manusia.
Saya setuju, bahwa perlu ilmu dan belajar
tanpa henti untuk menjadi orangtua yang lebih baik. Dan mendidik anak
seharusnya adalah suatu petualangan yang menantang, sekaligus
menyenangkan. Pasti ada saat-saat terpuruk, bingung, cemas dan takut.
Tapi lebih banyak saat-saat menyenangkan, canda dan tawa. Terutama saat
anak Anda bayi dan balita, betapa berharganya waktu saat orangtua adalah
manusia terpenting bagi seorang anak. Jangan biarkan rasa capek,
frustrasi dan kecewa kita merusak masa-masa bulan madu dengan
mahluk-mahluk manis yang baru beberapa lama muncul di dunia.
Anak-anak adalah mahluk-mahluk manis yang
lucu dengan pikiran dan kemauan sendiri, yang mencintai tanpa syarat.
Dan sayang sekali jika orangtua tidak menikmati saat-saat indah mendidik
anak-anaknya jika terpuruk dalam ketidakpercayaan dirinya.
Saya selalu percaya, bahwa orangtua yang bahagia yang akan mendidik anak-anak yang berbahagia..
0 comments:
Post a Comment